Pages

Kamis, 13 Juni 2013

Filariasis

Filariasis merupakan penyakit menular yang banyak ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia, filariasis menyebabkan kulit menjadi sangat gatal, timbul papul dan scratch marks, hingga menyebabkan seluruh kulit kering dan tebal. Untuk tahu bagaimana penularan, pencegahan, dsb, yuuk kita lihat slide di bawah ini. Chekidoot ^^ !

Rabu, 12 Juni 2013

Pengambilan Sampel Plankton dan Bentos


Plankton dan bentos merupakan indikator yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan dengan cara sampling horisontal dan sampling vertikal. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel plankton adalah plankton net . Pada pengambilan sampling secara vertikal plankton net diletakkan sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya ke atas, kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton ke atas.


Dalam pengambilan sampel ada beberapa faktor yang harus diperhatikan :
1. Panjang dan lebar sungai
2. Kecepatan arus sungai
3. Waktu saat pengambilan sampel
4. Cuaca saat pengambilan sampel
5. Sampling dilakukan dengan melawan arah arus sungai
Setelah sampling selesai, air yang terdapat dalam botol flakon kemudian di pindahkan ke dalam botol untuk pemeriksaan di laboratorium. Adapun hewan makrointervetebrata untuk indikator biologis pencemaran organik adalah sebagai berikut :
1. Indikator air bersih : Ephemera, Nemurella, Peria
2. Indikator pencemaran ringan : Amphinemura, Gammorus, Bythynia, Limnodrius
3. Indikator pencemar sedang : Asellus  , Limnea, Physa, dan Spaerium
4. Indikator pencemar berat :Chironomus, Lubifex, Nais, Eristalis

Foto saat kami mengambil sampel di sungai sebelah utara Asrama Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Karena masih permulaan dan kita belum paham, jadi tanah yang ikut tersaring dalam sampling terlalu banyak , hhe, tetapi hasilnya juga bagus , Alhamdulillah

Ket : 
Praktikum Ekologi Lingkungan Semester I
Dosen : Drs. Adib Suyanto, M.Si

Rabu, 22 Mei 2013

Food Sanitation



Berdasarkan definisi dari WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia.
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditunjukkan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain :
1.      Menjamin keamanan dan kebersihan makanan
2.      Mencegah penularan wabah penyakit
3.      Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat
4.      Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan
Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut :
1.      Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi
2.      Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan
3.      Keamanan terhadap penyediaan air
4.      Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
5.      Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian, dan penyimpanan
6.      Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan
       Makanan memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan, karena makanan dapat menjadi vektor agen penyakit. Penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan dan minuman disebut sebagai food and milk borne disease (penyakit bawaan makanan dan susu). Penyakit – penyakit tersebut disebabkan oleh :
1.      Parasit, misalnya T. saginata, T. solium, D. latum, dan sebagainya. Parasit tersebut masuk ke dalam tubuh melalui daging sapi, daging babi, atau ikan yang terinfeksi dan dikonsumsi manusia.
2.      Mikroorganisme, misalnya S. typhii, Sh. dysentry, Richettsia, dan virus hepatitis yang menggunakan makanan sebagai media perantaranya.
3.  Toksin, misalnya bakteri Stafilokokus memproduksi enterotoksin, Clostridium memproduksi eksotoksin. Disini makanan berfungsi sebagai media perbiakan.
4.      Penggunaan makanan yang sudah beracun, misalnya jamur, singkong, tempe bongkrek, dan jengkol.

Sumber :
Chandra, Budiman. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Mau tau bagaimana cara pengolahan dan penyimpanan makanan yang benar ? mari kita lihat bersama video di bawah ini ^^

" Nangkring" di Empang Masih Menjadi Kebiasaan Warga



“ Nangkring “ di jamban empang masih menjadi kebiasaan beberapa warga Desa “ X” di Kabupaten Banjarnegara. Banyak warga yang masih memanfaatkan empang mereka sebagai tempat budidaya ikan –biasanya gurame dan mujahir, sekaligus tempat pembuangan kotoran manusia. Faktor utama “ nangkring” di jamban empang adalah dari segi ke-hemat-an, hemat karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk membangun WC di dalam rumah yang pembuatannya jauh lebih mahal dari pembuatan jamban empang, dan menghemat pengeluaran untuk membeli pakan ikan yang biasa disebut pelet. Selain menggunakan tinja tersebut, warga di Desa “ X “ memberi pakan ikan dengan daun sente (sejenis daun talas tetapi besar).
Ada dua tipe pembuangan kotoran manusia yang berhubungan dengan empang di Desa ini, yang pertama, jamban langsung dibuat di atas empang menggunakan bambu yang dibuat bentuk menyerupai kotak sebagai penutupnya, yang kedua, jamban dibuat di dalam rumah seperti jamban pada umumnya, namun pembuangannya tidak ke dalam septic tank melainkan disalurkan ke dalam empang melaui pipa.
Jika dilihat dalam Mata Kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan yang telah saya pelajari, asalkan pembangunan jamban empang tepat, “nangkring” di jamban empang mempunyai dampak positif sebagai berikut :
1.      Terjadi daur ulang (recycling)
Tinja dapat langsung dimakan ikan kemudian ikan dimakan manusia, dan selanjutnya manusia mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya.
2.      Mencegah pencemaran lingkungan oleh tinja
Karena terjadi proses recycling sehingga mengurangi pencemaran, dibandingkan membuang kotoran langsung di tanah.
3.      Menambah protein bagi masyarakat
Karena dapat menghasilkan ikan yang mengandung banyak protein.
Setiap yang diciptakan pasti ada dampak positif dan negatifnya, jika dilihat dari segi estetika tentu jamban empang tidak masuk dalam kriteria, oleh karena itu sebaiknya menggunakan jamban di dalam rumah yang pembuangannya di salurkan ke dalam septic tank. Selain itu, ikan yang dihasilkan dari empang yang proses pemberian pakannnya menggunakan tinja memerlukan cara pemasakan yang tepat, karena bukan tidak mungkin bakteri patogen yang hidup dalam ikan tersebut banyak. Tetap jaga lingkungan kita !
Jamban empang yang sederhana.
 Daun sente yang biasa dipakai untuk pakan tambahan gurame.